
Menurut ketua pelaksana Padang Literary Biennale, Esha Tegar Putra, acara ini bermula dari persoalan minimya apresiasi terhadap kegiatan kesusastraan. Apalagi kegiatan sejenis pembacaan puisi dari penyairnya sendiri di Sumbar. Sementara, beberapa tahun belakangan Sumbar banyak melahirkan sastrawan muda dengan karya yang bertebaran di berbagai media dan diundang pada berbagai iven sastra dan budaya di luar daerah.
“Akan tetapi di rumah sendiri minim apresiasi. Beberapa orang penyair muda yang berdomisili di Padang bersepakat untuk membuat iven pembacaan puisi. Agenda ini dibuat di halaman rumah kontrakan di gang Kandangpadati, tempat beberapa orang sastrawan muda berproses kreatif, serta melibatkan masyarakat setempat,” ungkapnya.
Terkait penamaan Padang Literary Biennale, yang belakangan dikritik beberapa seniman karena tidak menampakkan warna lokal, kata Esha yang juga penyair itu, tujuannya sederhana saja. Agar agenda ini bisa dilacak di manapun dan bisa dijadikan referensi seketika seseorang mencari tentang agenda kesusastraan di Padang atau Sumbar.
Kegiatan Padang Literary Biennale ini, yang dimulai pukul 16.00 WIB nanti, akan diisi dengan pembacaan puisi oleh penyair-penyair Sumbar, Esha Tegar Putra, Yeni Purnama Sari, Alizar Tanjung, Heru Joni Putra, Maira Eka Sari, Budi Saputra, Renti Susanti, Yori Kayama, Muhamad Bunga Ashab, Karta Kusumah, Ria Febrina, Ramoun Apta, Rio SY, Deddy Arsya, Hakimah Rahmah Sari, Nufirman AS, Benny Sumarna, Rizha Julia Shantika, Ahmed Kamiel, dan Fariq Alfaruqi.
Di samping itu, pertunjukan dramatisasi puisi oleh Ranah Teater pimpinan S Metron M, monolog oleh Teater Rumah Teduh, musikalisasi puisi oleh Teter Nan Tumpah, Teater Rumah Teduh, dan Kandangpadati, serta dongeng kontemporer oleh Delvi Yandra.
Acara kesusastraan ini juga diisi dengan orasi budaya oleh sastrawan, Zelfeni Wimra, dengan judul Berkarya atau Mati. Kemudian, penyair, Rusli Marzuki Saria juga akan hadir dan ikut membaca sajak dalam acara ini. Menariknya, acara ini dibuka langsung oleh Ketua RT setempat.
Sekretaris Padang Literary Biennale, Ramoun Apta, semua penyair dan komunitas dalam acara ini tidak dibayar, sifarnya rasa kebersamaan, dan sebuah keyakinan bahwa apresiasi itu penting bagi dunia kreatifitas. Penyelenggara berharap agenda biennale ini akan dilanjutkan sekali dua tahun ke depannya. Termasuk dengan persiapan yang lebih matang dengan mengundang para penyair atau sastrawan di luar Sumbar. (ryn)
0 komentar:
Posting Komentar